Persaingan bisnis, di arena manapun, tak bisa dielakkan. Bukan mesti disengaja, tapi secara natural selalu terjadi. Di dunia bisnis seluler, demikian sengitnya, akhirnya masuk pada pilihan yang paling rawan dan keras tapi klasik: persaingan harga. Jadinya banting-bantingan harga sampai bisa terjebak dalam service (layanan) yang kadang terlupakan.
Airline, lebih seru lagi. Dengan munculnya paket-paket murah penerbangan, antar operator juga sudah masuk wilayah peperangan yang seru: harga murah. Ketika kemudian banyak terjadi kecelakaan beberapa waktu lalu, maka mulai menyoal dengan biaya maintenance yang mungkin terabaikan, sehingga keselamatan penumpang jadi pertaruhan.
Masih banyak lagi peta bisnis lain yang tak terekam lebih di sini. Namun dari contoh-contoh sekilas di atas, menunjukkan betapa besarnya risiko sebuah usaha yang harus dihadapi, ketika masuk peta persaingan riil. Di era non monopoli -- kecuali duopoli telekomunikasi Telkom-Indosat untuk full services telekomunikasi -- semua persaingan terjadi secara natural. Tak ada lagi main proteksi, tak ada lagi main kabelece, anak emas- anak tiri, dll. Tak jarang aqntarperusahaan berdarah-darah untuk bersaing. Untuk melahirkan sebuah produk, sementara biaya developmentnya mahal, jualannya harus murah. Untuk murah itu, memang akan mendapatkan untung sedikit, harus mengejar volume penjualan, namun untuk jual murah harus keluar duit besar agar orang tahu kalau produknya murah, yakni Promosi.
Di bisnis global, sudah mulai dirasakan dilakukan koopetisi. Dalam hal ini, perusahaan tidak mesti membangun seluruh item secara mandiri dari A to Z. Di telekomunikasi misalnya, perusahaan seperti
BANK
Dahulu, dalam dunia perbankan Indonesia juga terjadi persaingan keras. Dengan rayuan investasi teknologi, bank banyak yang menjadi korban investasi yang sangat bergantung pada vendor. Akhirnya, antarbank sadar dan terasa bahwa investasinya tinggi sehingga perhitungan ROI (return of investment) akan lama terkejar. Sehingga, ditemukan terobosan ATM bersama, platform bersama dan NOC (network operation centera) system bersama.
Di sini hardware yang bersisi software dan data klien bisa dikelola bersama, dimanfaatkan bersama, tidak harus investasi sendiri-sendiri. Jadinya, perbankan tidak harus investasi besar-besaran tapi bisa memanfaatkan network bersama tewrsebut dengan tanpa mengurangi kualitas layanan.
ISP-HOSTING
Barangkali para pemain bisnis di bidang IT, utamanya penyediaan jasa internet sudah lebih dulu sadar dengan koopetisi ini. Tatkala harga bandwidth sebagai hal utama mata dagangan ISP menjadi beban pengguna, harganya mahal, masa tempuh (akses/loading) lama, para pemain ISP menemukan mekanisme exchange. Strategi Bill Manning itu kemudian diterapkan di Indonesia dan dibangunlah internet exchange di Indonesia (IIX/Open IXP).
Seluruh aliran data dari website yang dibawa oleh ISP dikumpulkan ke IIX, dan seluruh aliran pengambilan data juga mengarus dari exchange ini, sehingga jatuhnya ke pelanggan, beban bandwidth-nya tidak banyak, jadi lebih murah. Pelanggan membayar yang perlu saja.
Pada prinsipnya, setiap arena bisnis yang sama, meski masing-masing mengeluarkan jurus startegis dan unik, selalu ada lapangan atau layanan yang bisa dilakukan secara bersama-sama, atau common need. Common need ini bukan masuk wilayah politis atau srategi, tapi lebih ke teknis operasional.
Sebagai contoh perusahaan impor-ekspor, selalu ada common misalnya sewa gudang. Para pemain konten atau e-commerce, perlu common mengenai alat pembayaran atau payment gateway.
Siap berkompetisi, mestinya juga siap berkoopetisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar