Kamis, 13 September 2007

Fotokopi Bisnis

Jangan salah dengan apa yang dimaksud dengan dua kata di atas. Bukan sebuah usaha fotokopi yang marak di sekitar kantor atau kampus/sekolahan. Tapi fotokopi bisnis adalah sebuah tindakan orang lain atau perusahaan untuk meniru (meng-copy) produk pihak lain sama persis seperti produk aslinya. Fotokopi bisnis ini bukan produk aspal (asli tapi palsu) tapi ini produk resmi tapi meniru.

Seperti banyak diketahui, di dunia bisnis banyak sekali terobosan produk. Ketika produk itu sukses, maka banyak pihak akan menirunya dari berbagai penjuru. Para peniru itu tidak hanya satu, tapi biasanya mengepung habis-habisan. Usaha pemotokopian tersebut tidak tanggung-tanggung: biasanya produknya sama, kemasannya mirip, rasanya tidak jauh beda, ukurannya beda-beda dikit, color brandnya persis, bahkan pilihan font huruf bisa memelesetkan mata orang yang membacanya.

Di tulisan ini tidak membahas soal etis dan tidak etisnya tindakan peniruan yang sama persis tersebut. Karena persaingan bisnis, kadang pihak yang pioneer yang menemukan formula atau produk tertentu, bisa gerah dengan tindakan perusahaan yang mengkopi habis produknya. Tak jarang berujung di pengadilan seperti extra joss dan enerjoss.

Yang menjadi pertanyaan adalah, akankah produk pioneer bisa dikalahkan oleh produk yang menconteknya? Tentu sebuah pertanyaan simpil dari siapapun, yang bisa saja simple tapi juga bisa rumit untuk dijawab.

Dalam sebuah pengakuan Phil Condit, CEO Boeing, perusahaan penerbangan (aviation) kenamaan dari AS pernah terucap, “Bila Anda hanya melakukan hal yang biasa dilakukan oleh pesaing Anda, itu merupakan cara termudah untuk kehilangan uang.”

Condit tentu tidak asal ucap mengatakan hal itu. Dia memberi contoh peta persaingan dunia penerbangan internasional. Suatu kali Lockheed dan Douglas membuat produk yang disebut dengan trijet. Produknya persis sama. Akhirnya keduanya saling menjatuhkan, menghancurkan, dan berseteru forever. Dari situ dia mengambil hikmah, bahwa meniru adalah jalan menuju kehancuran!”

Walau keberadaan Condit sebagai salah satu suhu bisnis yang banyak didengar ucapannya, tapi banyak juga yang tidak menghiraukannya. Tidak ada produk yang dibiarkan jalan sendiri. Keberhasilan sebuah produk pasti diikuti perusahaan lain untuk membuat produk sejenis yang mirip sekali, bak fotokopi.

Indomie goreng misalnya ditiru oleh Mie Sedaap yang awalnya hanya mie goreng dengan bungkus yang sama persis dengan produk sejenis keluaran Indofood. Extra joss yang sukses dengan minuman berenergi namanya dicontek oleh Enerjoss dengan produk sejenis tapi dalam botol, sementara Naturade, Panther, Hemaviton jreng pun mengejarnya terus.

Stasiun televisi yang sukses mengeruk iklan karena tayangan infoainmennya misalnya, pasti akan diikuti oleh teve-teve lain untuk membuat program yang sama. Pendeknya, tak akan ada program sukses yang bisa melenggang sendiri.

Banyak cerita menyebutkan, pioner pasti akan tetap berjaya. Sampai sekarang Aqua air minum tetap belum tergeser brandnya oleh Ades, Vit, Prima, Aquaria, dll-dll. Produk teh dalam kemasan botol yakni Teh Botol Sosro masih memimpin meski sempat dihadapi oleh Lipton Tea, teh botol HC, Tekita, hingga Freshtea. Juga rokok A Mild-nya Sampoerna yang sukses luar biasa ditandingi banyak rokok ringan (mild) lain, mulai dari Star Mild, Class Mild, Mezzo, X-Mild, dan lain-lain, tapi tetap saja sang pioneer berjaya.

Memang tidak semua produk bisa disebut sebagai fotokopi, karena masih saja ada perbedaan sedikit-sedikit, meski tidak massive atau radikal. Satu hal yang menjadi sedikit filosofi untuk membuat fotokopi bisnis/produk adalah, tidak mereka perlu melakukan riset pasar yang sangat mendalam. Fokus pada item mana yang perlu dihajar duluan. Penyampaian ke pasar mengenai product knowledge juga mudah karena sudah disosialisasi lebih dulu oleh sang pioneer.

Strategi yang paling banyak dilakukan perusahaan yang melakukan fotokopi bisnis, adalah melalui budget iklan/promosi yang edan-edanan. Membangun image brand tidak cukup dengan above the line (ATL) tapi juga below the line (BTL) secara sistematis dan habis-habisan. Misalnya saja Mie Sedap selain menggunakan cara promosi yang sangat besar dan hard selling – talent/endorser/bintang iklan langsung menyampaikan kesan produk – mereka juga melakukan promosi BTL dengan memberikan hadiah gratis mangkuk/piring untuk pembelian setiap karton/dus mie. Belum lagi potongan harga yang gila-gilaan sehingga memberikan margin ke pedagang begitu besar, serta hadiah-hadiah regular yang mampu meretensi (mempertahankan) pelanggan.

Informasi terakhir menyebutkan bahwa market share mi instant sudah demikian signifikan perubahannya, disbanding pada tahun 2002 yang sekitar 68% milik Indomie saja, dan bila ditotal dengan Indofood Grup (Sarimi, Supermie) di atas 80%, sekarang berbeda. Sudah sekitar 20-an persen pasar mie instant mulai bergeser ke Mie produk dari Wings Food (mie sedaap) dan sekitar 10% lainnya ke GagaMie, Alhami, Salamie, Kare, dll.

Tentu saja pertarungan ini bukan satu-satunya bukti perseteruan antara pioner dengan sang peniru (fotokopi bisnis). Banyak contoh lain. Tapi terlalu gegabah untuk menyatakan bahwa pioner pasti unggul atau peniru pasti kalah.

Ucapan Phil Condit tentu dalam saat tertentu benar tapi dalam waktu yang lain, bisa jadi premisnya terbantahkan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kegagalan premisnya, misalnya menyangkut jenis produk, tipe konsumen, peta persaingan, kekuatan/besarnya pasar, dan lain-lain. Waktu juga yang akan menjawab. Tapi sampai waktu kapan produk dinyatakan menang dan kalah, itu hal lain lagi. (SAP)

Tidak ada komentar: